POROSKOTA.COM, JAKARTA – Ketua Yayasan Indonesia (YKI), SpPD-KHOM menyatakan mayoritas kanker disebabkan oleh 3 faktor yang berkaitan dengan . Dan ini sudah dibuktikan melalui bukti ilmiah yang sahih.

Pertama, overweight atau obesitas, gaya hidup kurang olahraga, dan pola makan tidak sehat.

Selain tiga faktor tersebut, faktor lain seperti zat kimiawi dari lingkungan pengaruhnya sangat kecil hanya sekitar 2 persen.

Scroll Untuk Lanjut Membaca

Sementara, sampai saat ini belum ada bukti yang kuat menyatakan hal tersebut.

BPA adalah singkatan dari bisphenol A. Bisphenol A adalah zat kimia yang sudah digunakan secara luas sejak tahun 1950-an.

Bahan ini digunakan dalam plastik polikarbonat dan resin epoxy.

Plastik polikarbonat adalah bahan yang digunakan untuk wadah penyimpanan makanan, seperti stoples, botol minum, dan tempat makan.

“Tidak cukup data untuk menyatakan BPA ini menyebabkan kanker. Kita perlu mengumpulkan data yang lebih banyak lagi dalam beberapa tahun ke depan sampai kita benar-benar yakin tentang hal ini,” tegasnya saat ditemui di Jakarta Pusat, Jumat (30/9/2022).

“Masih ada konflik data terkait BPA menyebabkan kanker,” sambung dia.

Sejauh ini belum ada riset yang konklusif termasuk di Indonesia terkait dampak dari BPA.

Bahkan, sejumlah badan kesehatan terkemuka dari seluruh dunia (termasuk Badan Pengawas Obat dan Makanan AS, Health Canada, Otoritas Keamanan Pangan Eropa dan Standar Makanan Australia Selandia Baru), menyatakan paparan BPA tidak menimbulkan risiko kesehatan atau masalah keselamatan bagi orang-orang dari segala usia (termasuk yang belum lahir, bayi dan wanita hamil).

Terkait endoktrin, dokter spesialis penyakit dalam, menyatakan, pada dasarnya semua bahan kimia bersifat endocrine disruptor, atah komponen kimiawi yang bisa mengganggu fungsi sistem endokrin dan reproduktif dalam tubuh.

Namun untuk menimbulkan gangguan metabolisme dan endokrin, diperlukan kadar yang sangat besar dalam satu waktu secara bersamaan.

“Dalam berbagai review study, penggunaan bahan kimia dalam keseharian ternyata tidak mampu mencapai ambang yang bisa menyebabkan endocrine disruption,” tuturnya.

Dr Aswin melanjutkan, kandungan BPA dalam galon guna ulang hanya 0,001 dari ambang batas yang bisa mengganggu.

“Disebutkan, butuh 10 ribu galon dalam satu waktu untuk bisa mencapai jumlah tersebut. Jadi memang tidak perlu khawatir untuk menggunakan galon sehari-hari,” ujarnya.

Secara umum, zat-zat kimia yang masuk ke tubuh akan dibersihkan melalui berbagai mekanisme. Misalnya melalui detoksifikasi di liver (hati), dan dibuang oleh ginjal melalui urine.

“Untuk BPA, akan didetoks di liver. Jadi dalam jumlah kecil tidak berbahaya karena akan didetoksifikasi, sehingga tidak masuk ke peredaran ,” tutur dr Aswin.

Artinya, BPA yang masuk ke tubuh sehari-hari dalam jumlah kecil tidak akan terakumulasi, sehingga potensinya sangat minim untuk bisa menimbulkan endocrine disruption.

“Yang berpotensi mengganggu adalah yang masuk dalam jumlah yang sangat besar dalam satu waktu, bukan akumulasi selama puluhan tahun,” tegas dr Aswin.

Dalam skala global, tidak ada hubungan kausalitas yang kuat antara BPA dengan berbagai penyakit, seperti kanker dan gangguan endokrin.

“Tidak seperti rokok dengan kanker paru, atau virus HPV dengan kanker serviks, yang memang secara etiologi hubungan kausalitasnya sangat kuat,” papar dr Aswin.

Belum ada satu studi pun yang berhasil menemukan kausalitas antara BPA dengan gangguan kesehatan.

“Baru ada dalam tingkat mencit, atau studi sel di lab. Itu tidak bisa membuat kita berkesimpulan bahwa BPA merupakan penyebab dari kanker ataupun gangguan endokrin dan hormon,” imbuhnya.

Dr Aswin menekankan, banyak sekali faktor yang bisa berpotensi menimbulkan gangguan endokrin dan hormon.

“Ada hal-hal yang lebih penting untuk diperhatikan. Terutama sekali gaya hidup,” ujarnya.

Pola makan dengan prinsip gizi seimbang, serta berolahraga secara teratur, adalah cara yang sangat baik untuk menjaga kesehatan metabolisme, kadar hormon, dan endokrin kita,” ungkap dia.