POROSKOTA.COM, AMSTERDAM – , organisasi lingkungan global, telah merilis data tentang pemeringkatan produsen dunia dalam hal transisi menuju .

Menurut data yang dirilis oleh Greenpeace, produsen mobil asal Jepang yakni , menduduki urutan terakhir untuk kedua kalinya.

Selain Toyota, produsen mobil asal Jepang seperti dan Nissan juga turun tiga peringkat dari tahun sebelumnya.

Scroll Untuk Lanjut Membaca

menduduki peringkat nomor satu dalam Auto Environmental Guide 2022 dalam upaya dekarbonisasi-nya.

Sementara Mercedes-Benz dan Volkswagen masing-masing menempati peringkat kedua dan ketiga untuk transisi ke (EV), diikuti oleh Ford, -Kia, Renault dan Stellantis.

Dikutip dari Aljazeera, Jumat (9/9/2022) Greenpeace mengatakan bahwa pihaknya memberikan penilaian berdasarkan penghapusan secara bertahap kendaraan dengan mesin pembakaran, dekarbonisasi rantai pasokan, serta pengurangan sumber daya dan efisiensi.

“Pada 2021, sekitar 499 dari 500 unit kendaraan yang dijual Toyota ditenagai oleh bahan bakar fosil,” kata Ada Kong, pemimpin proyek Greenpeace Asia Timur.

Ada banyak hype seputar kendaraan listrik saat ini, tetapi kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa pembuat mobil tradisional tidak cukup melakukan transisi ke kendaraan tanpa emisi,” imbuhnya.

Seorang juru bicara Toyota mengatakan, pihaknya akan terus berkomitmen untuk menciptakan netralitas karbon, mencatat bahwa perusahaan tersebut telah menginvestasikan 8 triliun yen atau sekitar 55,6 miliar dolar AS sebagai bagian dari upayanya untuk mencapai penjualan EV tahunan sebesar 3,5 juta unit pada tahun 2030.

“Di bidang produksi, kami telah mengumumkan pada 2021 bahwa kami akan mencapai netralitas karbon di semua pabrik global kami pada 2035,” kata seorang juru bicara Toyota.

Di samping itu, Greenpeace mengatakan bahwa pembuat mobil harus mengadopsi strategi ambisius nol-emisi untuk semua pasar, dengan tujuan mengakhiri penjualan kendaraan yang ditenagai bahan bakar fosil di Eropa pada tahun 2028 dan di AS, Cina, Korea dan Jepang sebelum 2030.

“Krisis iklim sudah melanda semua negara dan kami semakin merasakan dampaknya,” kata Kong.

“Bulan lalu Toyota menangguhkan operasi manufaktur di barat karena gelombang panas. Merek mobil terbesar di dunia perlu mengakui kontribusi mereka sendiri terhadap krisis iklim dan berkomitmen untuk transisi penuh ke kendaraan tanpa emisi dalam dekade ini,” tambahnya.